ERDIKHA MORNING IDEA 13 OKTOBER 2021
View PDF
13 Oct 2021

IHSG Mau Kemana?

Indeks pada perdagangan kemarin ditutup menguat pada level 6486. Ditransaksikan dengan volume yang relatif sepi jika dibandingkan dengan rata-rata volume 5 hari perdagangan. Indeks ditopang oleh Consumer Cyclicals (0.079%), Energy (0.36%), Financials (0.753%), Healthcare (1.413%), Industrials (0.66%), Infrastructures (0.744%), Consumer Non-Cyclical (0.791%), Properties & Real Estate (1.151%), Transportation & Logistic (0.909%) kendati dibebani oleh sektor Basic Materials (-0.338%),Technology (-3.256%), yang mengalami pelemahan walaupun belum signifikan. Indeks pada hari ini diperkirakan akan bergerak pada range level support 6440 dan level resistance 6506. Bursa saham AS atau Wall Street kembali kompak terkoreksi ke zona merah, melanjutkan pelemahan pada 2 hari perdagangan sebelumnya. Indeks saham Dow Jones Industrial kehilangan 117 poin, terseret oleh penurunan 1,3% pada saham Boeing. Indeks S&P 500 merosot 0,24%. Kemudian, Nasdaq Composite yang berfokus pada saham teknologi melemah 0,14%. Sentimen pertama yaitu terkait perkembangan krisis likuiditas raksasa properti China yaitu Evergrande. Melansir Reuters, China Evergrande Group pada hari Selasa kembali melewatkan pembayaran obligasi untuk kali ketiga dalam tiga minggu terakhir. Hal ini tentu semakin memperbesar kekhawatiran pasar atas risiko penularan (contagion risk) yang melibatkan pengembang properti lainnya seiring kewajiban pembayaran utang akan jatuh tempo dalam waktu dekat. Sentimen kedua yaitu terkait proyeksi pelemahan ekonomi global yang dikemukakan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF). Mengutip Reuters, IMF memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini menjadi 5,9%, dari perhitungan sebelumnya 6,0% pada Juli, karena penyebaran virus Covid-19 varian delta. IMF menilai, dampak penyebaran Covid-19 varian delta telah menciptakan gangguan rantai pasokan yang terus-menerus dan tekanan harga sehingga menghambat pemulihan ekonomi global dari pagebluk. Namun, IMF tetap memperkiraan pertumbuhan global 2022 akan tumbuh sebesar 4,9%. IMF pun memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi AS pada 2021 menjadi 6,0%, dari 7,0% pada Juli. Ini merupakan level yang dianggap sebagai laju terkuat sejak 1984. Kemudian, IMF juga memangkas pertumbuhan ekonomi China tahun 2021 sebesar 0,1 poin menjadi 8,0%. Sentimen ketiga yaitu China juga akan merilis neraca perdagangan mereka per September. Neraca perdagangan China diprediksi sebesar US$ 47 miliar, turun dari posisi sebulan sebelumnya sebesar US$ 58,3 miliar. Menurut proyeksi Tradingeconomics, ekspor dan impor Negeri Panda ini diprediksi masih tumbuh di angka yang sama yakni 21%. Jika realisasinya meleset jauh, pasar bakal bereaksi negatif karena China saat ini menjadi motor pertumbuhan ekonomi kedua di dunia. Sentimen keempat yaitu investor juga akan mencermati data inflasi tahunan AS per September 2021. Tradingeconomics meramal, inflasi tahunan AS per September berada di 5,3% atau sama dengan posisi Agustus lalu. Sebelumnya, inflasi AS mencapai level tertinggi selama 13 tahun terakhir sebesar 5,4% pada bulan Juni dan Juli. Sementara, laju inflasi inti tahunan diprediksi sebesar 4%, sama dengan posisi Agustus 2021. Saat ini, pejabat bank sentral AS terus mencermati ekspektasi inflasi di tengah mereka sedang mengevaluasi apakah tekanan harga yang dipicu oleh pandemi virus corona (Covid-19) akan berlalu atau memiliki efek yang lebih tahan lama pada perekonomian AS. Inflasi AS yang meninggi akan menjadi salah satu pedoman utama The Fed untuk mulai melakukan pengurangan pembelian aset atau tapering off yang mungkin bisa dimulai pada akhir tahun ini. Sentimen keenam yaitu Bank Indonesia (BI) akan merilis data Survei Kegiatan Dunia Usaha kuartal III 2021. Sebelumnya, BI melaporkan kegiatan dunia usaha pada kuartal II-2021 mengalami akselerasi. Bank sentral Indonesia tersebut memperkirakan, pada kuartal III-2021, ada risiko besar yaitu kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Selain rilis soal kegiatan dunia usaha, BI juga akan mempublikasikan melaporkan aktivitas industri pengolahan atau manufaktur meningkat pada kuartal II-2021. Sentimen ketujuh yaitu seiring pemulihan ekonomi yang terus berjalan, pemerintah memproyeksi defisit anggaran tahun ini turun dari proyeksi awal. Defisit pada APBN 2021 dipatok hanya 5,59% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Padahal, sebelumnya defisit pada APBN 2021 ditetapkan 5,7%. Namun, karena kasus Covid-19 yang terus melonjak sejak akhir Juni lalu maka pada Agustus 2021, outlook defisit melebar menjadi 5,82% terhadap PDB atau Rp 961,5 triliun. Saat ini, saat kasus pandemi yang turun signifikan maka defisit diperkecil dari sebelumnya. Bahkan lebih kecil dari yang ditetapkan dalam APBN 2021.Sementara itu, defisit dipatok lebih kecil lagi menjadi 4,85% atau Rp 868 triliun pada APBN 2022 yang telah disetujui untuk disahkan oleh DPR RI.






PT. Erdikha Elit Sekuritas | Member of Indonesia Stock Exchange
Gedung Sucaco lt.3 Jalan Kebon Sirih kav.71

Jakarta Pusat 10340, Indonesia

Website : www.erdikha.com